1.1
Pengertian Yoga
Yoga berakar
dari kata
sansekerta ‘Yuj’ yang berarti penyatuan
diri dengan Tuhan. Pengertian lain dari yoga adalah penyatuan,
yaitu penyatuan antara jiwa spiritual dengan jiwa universal. Dikatakan pula
bahwa yoga adalah pembatasan pikiran-pikiran yang selalu bergerak.
Yoga juga terdapat dalam bahasa Yunani ‘zygon’
dan kata lainnya adalah ‘jugum’ sedangkan dalam rgveda, yoga disimbolkan dengan ‘tapas’
yang lebih focus terhadap pengendalian indra-indra manusia.
1.2 Definisi Yoga
Rsi Patanjali memberikan definisi tentang yoga yaitu
mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua hal yang penting sebagai
seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak
terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual yoga merupakan suatu proses dimana
identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi, yogi adalah
orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan dengan Hyang
Agung.
Jiwa manusia
dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang
Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah
ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala sesuatu
yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah yoga juga, yoga mencakup
seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar kepada pengembangan
/ pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa.
Kata yoga artinya
hubungan. Hubungan antara roh berpribadi dengan Roh yang universal yang tidak berpribadi.
Dalam hal ini Rsi Patanjali mengartikan yoga sebagai penghentian gerak pikiran, yogascittavrttnirodah.
Ajaran yoga adalah
anugrah yang luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali kepada siapa saja yang
melaksanakan hidup kerokhanian. Ajaran ini merupakan bantuan kepada mereka yang
ingin menginsyafi kenyataan adanya roh sebagai azas yang bebas, bebas dari
tubuh indrianya dan pikiran yang terbatas.
Yoga sebagai
cara untuk menguasai pikiran, agar supaya kesadaran yang biasa diganti dengan
yang luar biasa, sebagai bukti bahwa orang telah mendapat pengalaman mistis
yang sungguh-sungguh, telah dikenal orang India sejak zaman kuna. Di zaman yang
kemudian yoga menghubungkan diri dengan aliran Agama dan filsafat yang
bermacam-macam, atau mungkin lebih tepat dikatakan, bahwa tiap aliran mencoba
memberikan dasar yang teoritis kepada yoganya.
Yoga dalam
gerakannya berorientasi menciptakan suasana batin yang tenang untuk mencapai
atau menyatunya roh individu dan Roh universal. Muara dari orientasi
tersebut adalah kedamaian batin yang merupakan landasan dari kebahagiaan
manusia. Yoga mengajarkan ketenangan dalam menyikapi permasalahan atau konflik
yang terjadi antara individu. Yoga menjawab permasalahan dalam cabang filsafat
etika tentang apa yang menyebabkan kebahagiaan manusia.
Yoga
merupakan jnana yoga, karma yoga, bhakti yoga, yantra
yoga, tantra yoga, mantra yoga, kundalini yoga, hatha yoga dan raja yoga implementasi dari etika dalam
filsafat. Perkembangan yang terjadi dewasa ini, yoga yang ada saat ini berbeda
dengan yoga pada awal kemunculannya. Dewasa ini, yoga memiliki ribuan aliran,
namun terdapat 9 (Sembilan) aliran yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia,
antara lain Jnana. Beberapa diantara aliran yoga tersebut berorientasi pada
proses penenangan hati dan dapat menjadi pengobatan alternatif. Namun yang sekarang
banyak dipakai adalah hatha yoga atau penyatuan melalui penguasaan tubuh dan nafas
secara olah fisik.
Sistem
filsafat yang dipakai untuk mendasari sistem yoga terang diambil dari ajaran
Samkhya, sebab yoga
mengajarkan bahwa : Benda dan roh adalah kenyataan terakhir dari segala
sesuatu ( prakrti dan purusa).
Konsepsi yang
paling penting didalam sistem yoga adalah citta. Citta dipandang sebagai hasil
pertama dari perkembangan prakrti, yang meliputi juga ahamkara dan manas. Jadi
yang dimaksud dengan citta ialah gabungan budhi, ahamkara, dan manas. Rsi Patanjali, membahas yoga dalam bukunya yang berjudul “Yoga Sutra”.
Beliau mendefinisikan yoga sebagai pengendalian pikiran. Bagaimana cara mengendalikan
pikiran tersebut? Pikiran dapat dikendalikan dengan terus menerus
mempraktekkannya dan melepaskan ikatan duniawi. Pikiran memiliki beberapa
tingkatan yaitu:
1.
Ksipta yaitu
saat pikiran tidak tenang dan tidak bisa berkonsentrasi pada obyek apapun.
2.
Mudha yaitu saat pikiran tidak bisa membedakan antara
hal yang baik dan buruk.
3.
Viksipta yaitu saat pikiran hanya menerima kebahagiaan
diri sendiri dan tidak mendapatkan kesedihan.
4.
Ekagra yaitu saat pikiran menarik diri dari
obyek-obyek luar dan berkonsentrasi sehingga pikiran mulai stabil dan tenang.
5.
Nirodha yaitu
saat pikiran sudah stabil dan tidak ragu lagi, serta sudah menghentikan hal-hal
yang tidak baik, merupakan tahap awal dalam latihan yoga.
Seseorang yang ingin berhasil dalam yoga, harus belajar
melepaskan diri dari ikatan duniawi, seperti halnya bunga teratai yang tumbuh
di telaga. Semakin manusia terikat dengan kehidupan duniawi semakin banyak
saat-saat bahagia dan sedih yang dirasakan.
Hal ini tidak berarti menganjurkan seseorang untuk
meninggalkan keluarga, harta benda, masyarakat dan kewajibannya, tetapi dengan
tidak membiarkan faktor-faktor tersebut menguasai pikiran, perasaan sehingga
membuat manusia terombang-ambing oleh kebahagiaan dan kesedihan.
Kebahagiaan sempurna dapat dicapai jika manusia
menumbuhkan kesadaran dengan membebaskan diri dari keterikatan dan menarik
semua obyek indriya ke dalam. Dalam filsafat yoga dikatakan bahwa manusia
memiliki sembilan pintu dalam tubuhnya, yaitu, kedua mata, kedua telinga, kedua
lubang hidung, mulut, sistem reproduksi dan lubang anus. Kesembilan pintu
tersebut letaknya berdekatan dan melalui pintu-pintu terebutlah manusia dapat
melakukan aktivitasnya sehari-hari. Disebutkan pula bahwa arah tujuh pintu
dalam badan kita selalu ke atas dan dua pintu arahnya ke bawah. Pada waktu
melakukan yoga, kesembilan pintu tersebut perlu diarahkan ke atas. Seluruh
gerakan tubuh (asana) dalam yoga bertujuan untuk meningkatkan dan merasakan
aliran energi didalam tubuh. Dengan memahami badan sendiri, seseorang juga
dapat memahami atma (roh)-nya sendiri.
Dalam yoga diajarkan bagaimana cara mengontrol
indriya dan bagaimana melihat ke dalam diri, bukan ke luar diri. Semakin
seseorang mampu melihat ke dalam, maka ia tidak membiarkan faktor-faktor dari
luar mengganggu ketenangan batinnya. Sebenarnya kebahagiaan manusia bersemayam
dalam dirinya, akan tetapi seringkali manusia tidak menyadari hal tersebut
sehingga mereka sibuk mencari kebahagiaan semu dari luar diri mereka. Hal
inilah yang menjadi perenungan dalam yoga, yaitu bagaimana menemukan
kebahágiaan sejati dalam hidup.
Dengan mempraktekkan yoga secara teratur seseorang
berlatih untuk melepaskan emosinya secara positif dan tidak terlalu dramatis
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila setiap individu mempraktekkan hal tersebut maka
permasalahan dalam masyarakat juga akan berkurang dan hubungan antar manusia
pun menjadi lebih harmonis. Orang-orang yang selalu berusaha menuruti keinginan
indriya-indriya mereka pada akhirnya akan terjebak dalam kesedihan dan
kebahagiaan semu.
Bhartrihari, seorang pujangga dari India mengatakan
bahwa, “Apabila kita ingin menikmati keinginan-keinginan maka keinginan
tersebutlah yang akan menikmati kita terlebih dahulu.” Dalam Sutra Yoga
dijelaskan bahwa kebahagiaan dan kedamaian adalah dua hal yang berbeda.
Kebahagiaan bisa didapatkan melalui kekayaan, keluarga yang baik, sahabat
akrab, jabatan dll. Akan tetapi kebahagiaan tersebut bersifat relatif, tidak
kekal dan belum tentu memberikan kedamaian hati.
Kedamaian hanya bisa diperoleh dengan cara
menggunakan pikiran untuk mengontrol panca indriya, setelah itu memusatkan
pikiran tersebut kepada Tuhan melalui konsep yoga. Ada dua konsep kedamaian,
peace within’ atau kedamaian dalam diri manusia. Kedamaian tersebut dapat
diperoleh pada waktu manusia bermeditasi, sembahyang pergi ke tempat suci,
mendengarkan ceramah dan membaca buku-buku suci. Kedamaian yang kedua adalah
‘peace outside’ atau kedamaian di jagat raya. Kedamaian yang kita dapatkan
dengan melakukan yoga dan sembahyang baru sempurna apabila kita juga bisa
menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
Sekarang banyak orang menganggap dengan bersembahyang,
melakukan meditasi, mereka telah mendapatkan kedamaian dan jauh dari
berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat. Seorang praktisi yoga pun
tidak bisa menghindari permasalahan baik yang menyangkut dirinya,
keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi seorang praktisi yoga akan
memiliki reaksi yang berbeda dengan orang yang tidak melakukan yoga. Seorang
praktisi yoga akan memilih jalan damai dan tidak mementingkan diri sendiri
dalam mencari solusi dari setiap permasalahan yang muncul. Ia merasa
bertanggung jawab untuk menciptakan kedamaian dikeluarga, negara dan dunia.
1.3
Sejarah Yoga
Pengkajian sejarah yang berhubungan
dengan keberadaan yoga yang tertua dimuka bumi, adalah temuan kepurbakalaan di
Harappa dan Mohenjodaro (Pakistan) berupa patung-patung Dewa Siwa dan Dewi
Parwati yang sedang melakukan berbagai asanas yang berbeda. Peradaban ini diyakini telah ada sebelum jaman Veda (sebelum peradaban
bangsa arya). Sejak masa itu tradisi meyakini bahwa pencipta yoga adalah Dewa
Siwa sendiri sedangkan murid pertamanya adalah Dewi Parwati. Menurut Hatta Yoga Pradipika (abad XIV), yang dipercaya sebagai guru yoga
pertama adalah Matsya yang kemudian dinobatkan dengan nama Matsyendrasana. Yogi
penerang yoga asanas adalah Gorakhnat. Sedangkan Maharsi Patanjali adalah penyusun
kitab Yoga Sutra yang popular disebut astanga yoga atau raja yoga. Jumlah total asanas dalam system yoga kuno itu, mula-mula sebanyak
8.400.000 asanas, menunjuk kepada jumlah total badan wadag atau bentuk-bentuk
kehidupan yang ada dimuka bumi. Asanas - asanas tersebut menggambarkan perubahan yang progresif
dari bentuk kehidupan yang paling sederhana menuju kehidupan manusia seutuhnya
(ras manusia super). Melewati kurun waktu berabad abad,
asanas-asanas itu telah berkurang jumlahnya dari beberapa ratus asanas yang
diketahui hingga sampai sekarang kurang dari 100 asanas yang dikenal secara
terperinci.
Dalam Patanjali Yoga Sutra, Asanas
atau yogasana merupakan langkah ketiga berupa latihan sikap tubuh untuk
mencapai keadaan yang nyaman dan mantap (sthiram sukham asanam). Latihan
asanas dilaksanakan untuk memperkuat kemampuan seseorang untuk duduk pada satu
posisi secara mantap dan nyaman dalam jangka waktu yang panjang, karena hal ini diperlukan untuk menempuh pelajaran berikutnya seperti pratyahara,
dharanam dan dhyanam untuk mencapai Samadhi. Berbagai teknik asanas telah diciptakan oleh para yogi sebagaimana
digambarkan dalam naskah kuno Hatta Yoga Pradipika dan Geranda Samhita. Asanas
atau yogasanas merupakan pondasi untuk membangun jalan spiritual, karena itu para yogi menganjurkan praktek asanas sebagai bentuk meditasi
dan penyucian batiniah, bukan sekedar olah tubuh belaka. Sebagai jalan menuju raja
yoga, latihan - latihan dalam disiplin Hatta Yoga tidak saja mencakup
asanas, melainkan juga pranayama, mudra dan bandha.
Beberapa asanas, partial Hatta Yoga telah memberi kontribusi penting dalam dunia
pengobatan modern dewasa ini ketika manfaat-manfaat setiap asanas dieksplorasi
melalui riset kesehatan dengan hasil yang sangat efektif sebagai upaya pencegahan
dan pengobatan berbagai penyakit. Buku-buku tentang Yogic Healing yang mereferensi
basis Hatta Yoga pun semakin banyak ditulis pakar kesehatan modern dalam dekade
terakhir ini. Senam Hatta Yoga untuk peremajaan dan kebugaran, mulai bertumbuh
dalam kelompok kebugaran atau sanggar-sanggar aerobic di pusat-pusat kota. Yogasana dari Hatta Yoga dilakukan secara perlahan dengan perpaduan
rileksasi dan konsentrasi. Dengan cara ini, susunan syaraf, kelenjar endokrin dan organ tubuh bagian dalam dan juga otot- otot distimulir untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Sebab itu, praktik yogasana yang benar akan memberikan efek positif
bagi vitalitas fisikal dan kejiwaan yang amat berguna untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Yogasanas berkembang pesat sehingga menjadi popular
diberbagai belahan dunia; apakah dalam kemasan original Hatta Yoga atau dalam
paket lain “bercampur aduk’ dengan seni kebugaran fisik lainnya. Dalam hal yang belakangan ini, konsep-konsep Viniyoga atau vinyasa
flow of yogic postures menjadi lebih diminati. Karena rangkaian gerak
dinamis beberapa asanas ini mirip dengan senam yang lazim dijumpai dalam pusat-pusat
kebugaran. Beberapa vinyasa yang paling popular misalnya adalah rangkaian
asanas Surya Namaskar dan Candra Namaskar, disamping 18 Kriya dari Babaji’s
Hatta yoga yang diyakini mampu memberikan kesehatan, penyembuhan, dan
peremajaan. Istilah yoga kemudian hampir identik dengan latihan-latihan asanas
yang dinamis (vinyasa). Sekedar melakukan gerak peregangan atau stretching
untuk memudahkan yoga asanas pokok (Hatta Yoga), banyak orang mengatakan ia
sedang berlatih yoga. Bahkan, ketika melihat figur duduk khusuk dengan tangan bersidekap
didepan dada, banyak orang menyebut itu adalah Yoga Samadhi.
Perluasan pendekatan yoga kedalam sistem
therapi telah memberi kontribusi berharga sebagai suatu pelengkap efektif untuk
menangani penyembuhan penyakit; baik pada masa pengobatan maupun pada masa
rehabilitasi. Fakta menunjukkan bahwa yoga juga telah memainkan peran vital
dalam pencegahan penyakit. Banyak kelompok
kesehatan telah memasukkan yoga sebagai bagian dari schedule mereka
atau bahkan hanya mengajarkan yoga saja (khususnya Hatta Yoga). Yoga menjadi
populer diseluruh dunia dengan berbagai kemasannya. Ada istilah yoga klasik untuk menyebut
praktek yoga yang didasarkan pada satu proses latihan fisik dan mental guna
memahami dan mengalami secara langsung realisasi diri (pencerahan spiritual).
Ada juga Yoga Iyengar yang menunjuk kepada sistem latihan yoga sebagaimana yang
diajarkan oleh B.K.S Iyengar (salah seorang murid dari Krishnamacharya), kemudian ada Yoga Kripalu yang diturunkan dari garis perguruan Swami
Kripalvananda dengan karakteristik kelembutan gerakan asanasnya yang khas, sehingga sangat diminati kaum hawa, ada juga yoga kundalini, divya yoga dan sebagainya. Karakteristik mereka sedikit berbeda disebabkan oleh
penonjolan aspek spesifik yoga yang dipilihnya. Disamping itu ada juga Yoga Integral atau integral hatta yoga
yang memadukan semua partial yoga kedalam bentuknya yang utuh. Yoga integral ini disosialisasikan dalam garis perguruan Maha Yogi Shri
Swami Sivananda Sarasvati dari Hrskesh-Himalaya. Apapaun kemasannya, yoga tetap
yoga, mesti belakangan ini telah banyak dimodifikasi dengan
motif dan tujuan yang beragam. Hattha Yoga Pradipika, kitab yoga yang ditulis sekitar abad ke 14, menyatakan : “Kebijaksanaan
Hattha Yoga merupakan langkah eksklusif sebagai persiapan menuju Raja Yoga
(Astanga Yoga)”.
Perkembangan popularitas yoga seperti
tersebut diatas (lebih tepat disebut Yogasana), pada satu sisi telah memberi andil dalam “mengibarkan’ bendera yoga ke
manca negara, namun pada sisi lain telah membuat pengertian yoga menyempit. Ada yang berbicara yoga dengan
hanya menunjuk beberapa postur pisik tertentu (asanas) dan mereka menyebutnya
“senam yoga”. Dan akhirnya, bagi sebagian orang, untuk mengatasi pikiran yang
gelisah, yoga menjadi pelipur lara. Untuk mengobati penyakit, yoga
dipandang sebagai obat mujarab. Bahkan ada yang menganggap yoga merupakan fashion
yang dapat membuat mereka tampil cantik (rejuvenation life style).
Beberapa menggunakan yoga untuk daya ingat, intelligence dan
kreativitas. Ada juga yang menyamakan yoga dengan istilah lokal Yoga Semadhi
untuk menunjuk orang dengan pose ‘bertapa”. Ada pula yang membedakan yoga dengan meditasi. Yoga dianggapnya bercirikan gerakan-gerakan fisik semacam senam lantai
sedangkan meditasi dianggap sebuah disiplin yang berdiri sendiri yang berbeda
dengan yoga. Penjelasan dalam buku ini diharapkan dapat menambah
pemahaman yang lebih utuh tentang yoga dan juga meditasi (dhyana).
1.4 Sistem Yoga Komunitas Bali
Agama Hindu Bali mengenal yoga
sebagai suatu komunitas yang pada hakekatnya tidak lepas dari ajaran Veda
begitu pula dalam pelaksanaanya seperti yang terkandung dalam ajaran Catur Marga.
1.4.1
Catur Marga
Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan
marga. Catur berarti empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha. Jadi
catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan
menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur marga
juga sering disebut dengan catur marga yoga. Sumber ajaran catur marga ada
diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang
karma yoga marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan
antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma
(perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat
(akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru). Karma memiliki dua makna yakni
karma terkait ritual atau yajna dan karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua,
tentang bhakti yoga marga yakni menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan
menyembah Tuhan dalam wujud yang nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau
pratima berupa arca atau mantra. Ketiga, tentang jnana yoga marga yakni jalan
pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha Esa, ada dua pengetahuan yaitu jnana
(ilmu pengetahuan) dan wijnana (serba tahu dalam penetahuan itu). Keempat, Raja
Yoga Marga yakni mengajarkan tentang cara atau jalan yoga atau meditasi
(konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Catur marga terdiri dari empat bagian yaitu bhakti
marga yoga, jnana marga yoga, karma marga yoga dan raja marga yoga.
1. Bhakti Marga Yoga
Sivananda (1997:129-130) menyatakan bahwa bhakti
merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan
jalan kepatuhan atau bhakti. Bhaktiyoga disenangi oleh sebagian besar umat
manusia. Tuhan merupakan pengejawantahan dari kasih sayang, dan dapat
diwujudkan melalui cinta kasih seperti cinta suami kepada istrinya yang
mengelora dan menyerap segalanya. Cinta kepada Tuhan harus selalu diusahakan.
Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan. Ia tak
pernah membenci mahluk hidup atau benda apapun, dan tak pernah tertarik dengan
objek-objek duniawi. Ia merangkul semuanya dalam dekapan tingkat kasih
sayangnya.
Kama (keinginan duniawi) dan trisna (kerinduan)
merupakan musuh dari rasa bhakti. Selama ada jejak-jejak keinginan dalam
pikiran terhadap objek-objek duniawi, seseorang tidak dapat memiliki kerinduan
yang dalam terhadap Tuhan. Atma-Nivedana merupakan penyerahan diri secara total
setulus hati kepada Tuhan, yang merupakan anak tangga tertinggi dari Navavidha
Bhakti, atau sembilan cara bhakti. Atma-Nivedana adalah Prapatti atau
Saranagati. Penyembah menjadi satu dengan Tuhan melalui Prapatti dan memperoleh
karunia Tuhan yang disebut Prasada. Bhakti merupakan suatu ilmu spiritual
terpenting, karena mereka yang memiliki rasa cinta kepada Tuhan, sesungguhnya
kaya tak ada kesedihan.
Dari caranya mewujudkan, bhakti dibagi dua yaitu Para
bhakti dan Apara bhakti. Para artinya utama; jadi para bhakti artinya
cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang utama, sedangkan Apara bhakti
artinya tidak utama, jadi apara bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang
Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat
inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja. Para bhakti
dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya
tinggi.
Ciri-ciri bhakta yang melaksanakan apara bhakti
antara lain banyak terlibat dalam ritual (upacara Panca Yadnya) serta
menggunakan berbagai simbol (niyasa). Sedangkan Ciri-ciri bhakta yang melaksanakan
para bhakti antara lain sedikit terlibat dalam ritual tetapi banyak mempelajari
Tattwa Agama dan kuat/berdisiplin dalam melaksanakan ajaran-ajaran Agama
sehingga dapat mewujudkan Tri Kaya Parisudha dengan baik dimana Kayika
(perbuatan), Wacika (ucapan) dan Manacika (pikiran) selalu terkendali dan
berada pada jalur dharma. Bhakta yang seperti ini banyak melakukan Drwya Yadnya
(ber-dana punia), Jnana Yadnya (belajar-mengajar), dan Tapa Yadnya
(pengendalian diri).
2.
Jnana Marga Yoga
Sivanada (1993:133-134) menyatakan bahwa jnana yoga
merupakan jalan pengetahuan. Moksa (tujuan hidup tertinggi manusia berupa
penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa) dicapai melalui pengetahuan tentang
Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Pelepasan dicapai melalui realisasi identitas dari
roh pribadi dengan roh tertinggi atau Brahman. Penyebab ikatan dan penderitaan
adalah avidya atau ketidaktahuan. Jiwa kecil, karena ketidaktahuan secara bodoh
menggambarkan dirinya terpisah dari Brahman. Avidya bertindak sebagai tirai
atau layer dan menyelubungi jiwa dari kebenaran yang sesungguhnya, yaitu
bersifat Tuhan. Pengetahuan tentang Brahman atau Brahmajnana membuka selubung
ini dan membuat jiwa bersandar pada Sat-Cit-Ananda Svarupa (sifat utamanya
sebagai keberadaan kesadaran- kebahagian mutlak) dirinya.
Jnana bukan hanya pengetahuan kecerdasan,
mendengarkan atau membenarkan. Ia bukan hanya persetujuan kecerdasan, tetapi
realisasi langsung dari kesatuan atau penyatuan dengan yang tertinggi yang
merupakan paravidya. Keyakinan intelektual saja tak akan membawa seseorang
kepada Brahma jnana (pengetahuan dari yang mutlak). Pelajar Jnana yoga
pertama-tama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
(1) pembedaan
(viveka),
(2) ketidakterikatan (vairagya),
(3) kebajikan, ada enam macam (sad-sampat), yaitu:
(a) ketenangan (sama), (b) pengekangan (dama), (c) penolakan (uparati),
ketabahan (titiksa), (d) keyakinan (sraddha), (e) konsentrasi (samadhana), dan
(f) kerinduan yang sangat akan pembebasan (mumuksutva). Selanjutnya ia
mendengarkan kitab suci dengan duduk khusuk didepan tempat duduk (kaki padma)
seorang guru yang tidak saja menguasai kitab suci Veda (Srotriya), tetapi juga
bagus dalam Brahman (Brahmanistha). Selanjutnya para siswa melaksanakan
perenungan, untuk mengusir segala keragu-raguan. Kemudian melaksanakan meditasi
yang mendalam kepada Brahman dan mencapai Brahma-Satsakara. Ia seorang
Jivanmukta (mencapai moksa, bersatu dengan-Nya dalam kehidupan ini).
Ada tujuh tahapan dari Jnana atau pengetahuan, yaitu;
(1) aspirasi pada kebenaran (subhecha), (2) pencarian filosofis (vicarana), (3)
penghalusan pikiran (tanumanasi), (4) pencapaian sinar (sattwatti), (5)
pemisahan batin (asamsakti), (6) penglihatan spiritual (padarthabhawana), dan
(7) kebebasan tertinggi (turiya).
3. Karma Marga Yoga
Karma yoga adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang
membawa pencapaian menuju Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan
penolakan terhadap buah perbuatan. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja
demi untuk kerja itu, yaitu tiadanya keterikatan. Demikian juga bagaimana
menggunakan tenaga untuk keuntungan yang terbaik. Bagi seorang Karmayogin,
kerja adalah pemujaan, sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat oleh
karma (hukum sebab akibat), karena ia mempersembahkan buah perbuatannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Penjelasan tentang setiap pekerjaan dilaksanakan
sebagai wujud bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dijelaskan dalam Bhagavadgita
IX.27-28 sebagai berikut.
“Wahai Arjuna, apa pun yang engkau kerjakan, apapun yang engkau makan,
apapun yang engkau persembahkan, dan engkau amalkan, juga disiplin diri apa pun
yang engkau laksanakan. Lakukanlah semuanya itu hanya sebagai bentuk bhakti
kepada Aku. Dengan demikian engkau akan terbebas dari ikatan kerja atau
perbuatan yang menghasilkan pahala baik atau buruk. Dengan pikiran terkendali,
engkau akan terbebas dan mencapai Aku”
Dalam kitab Bhagavadgita (III.19,30) juga mengamanatkan sebagai berikut.
Laksanakanlah kerja yang engkau lakukan tanpa pamrih, Serahkanlah seluruh
perbuatanmu kepada-Ku, bebaskan dirimu dari kerinduan dan kepentingan itu,
berjuanglah jangan hiraukan kesedihan.
Setiap kerja menambahkan satu mata rantai terhadap
ikatan samsara dan membawa pada pengulangan kelahiran. Ini merupakan hukum
karma yang pasti. Tetapi, melalui pelaksanaan Karmayoga, akibat karma dapat
dihapus, dan karma menjadi mandul. Pekerjaan yang sama, apabila dilakukan
dengan sikap mental yang benar, semangat yang benar, kehendak yang benar melalui
yoga, tanpa keterikatan dan pengharapan terhadap buahnya, dengan pikiran yang
seimbang dalam keberhasilan maupun kegagalan. Tidak ada menambahkan mata rantai
terhadap belenggu samsara tersebut. Sebaliknya, memurnikan hati dan membantu
untuk mencapai pembebasan melalui turunnya penerangan Tuhan Yang Maha Esa atau
merekahnya fajar kebijaksanaan.
4.
Raja Marga
Raja marga yoga adalah jalan yang membawa penyatuan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui pengekangan diri dan pengendalian diri dan
pengendalian pikiran. Rajayoga mengajarkan bagaimana mengendalikan
indria-indria dan vritti mental atau gejolak pikiran yang muncul dari pikiran
melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Dalam Hatha yoga terdapat disiplin
fisik, sedangkan dalam Raja yoga terdapat disiplin pikiran. Melakukan raja
marga yoga hendaknya dilakukan secara bertahap melalui astangga yoga yaitu
delapan tahapan yoga, yang meliputi Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara,
Dharana, Dhyana, dan Samadhi.
Seseorang yang melaksanakan ajaran raja marga yoga
disebut dengan sebutan Yogi. Yogi berkonsentrasi pada cakra-cakra, pikiran,
matahari, bintang, unsur-unsur alam semesta dan sebagainya dan mencapai
pengetahuan supra manusia dan memperoleh penguasaan atas unsur-unsur tersebut.
Daya konsentrasi hanya kunci untuk membuka rumah tempat penyimpanan kekayaan
pengetahuan. Konsentrasi tak dapat muncul dalam waktu seminggu atau sebulan,
karena ia memerlukan waktu. Pengaturan dalam melaksanakan konsentrasi merupakan
kepentingan yang utama. Brahmacarya, tempat yang dingin dan sesuai, pergaulan
dengan orang-orang suci (satsanga) dan sattvika merupakan alat bantu dalam
konsentrasi.
Konsentrasi dan meditasi menuntun menuju Samadhi atau
pengalaman supra sadar, yang memiliki beberapa tingkatan pendakian, disertai
atau tidak disertai dengan pertimbangan (vitarka), analisa (vicara),
kebahagiaan (ananda), dan kesadaran diri (asmita). Demikian, kailvaya atau
kemerdekaan tertinggi dicapai.
Dari keempat jalan tersebut semuanya adalah sama,
tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah, semuanya baik dan utama
tergantung pada kepribadian, watak dan kesanggupan manusia untuk
melaksanakannya.
1.5 Pelopor Yoga
Riwayat Hidup Pendiri Filsafat Yoga (Mahayogi Patanjali). Pendiri yoga dan penulis Sutra Patanjali dipercaya pernah hidup dan bertapa didekat gunung Himalaya ribuan tahun yang lalu. Paling tidak diperkirakan sebelum Gautama Budha lahir. Akan tetapi kita tidak memiliki bukti otentik apa pun selain buku karyanya yang terkenal yaitu Yoga Sutra. Ini yang menjadikan riwayat hidup beliau masih simpang siur. Ada legenda yang meyebutkan bahwa ia pernah hidup di meru mountain. Ibunya bernama Gonika, sedangkan ayahnya bernama Anggiras tapi semua ini masih diteliti secara dalam.
Yoga Sutra yang ditulis dalam bahasa Sansekerta memberikan gambaran tentang pemikiran patanjali bahwa ia adalah seorang yang pernah bertapa puluhan tahun. Kemudian mendapatkan berbagai daya-daya kesempurnaan. Hebatnya ia tidak terjerumus dalam pencapaiannya hingga akhirnya beliau pun mecapai kesempurnaan. Patanjali bukan hanya menulis Yoga Sutra tapi ia juga menulis buku tentang tata bahasa yang bernama Mahabhasya. Itu bearti ia sangat peduli tentang perkembangan bahasa Sansekerta dengan tujuan agar murid-muridnya tidak salah paham tentang sutra-sutra yang ia tulis dalam Yoga Sutra. Beliau membagi Yoga Sutra dalam 4 bagian yaitu Intisari yoga (SamadhiPada), Persiapan Yoga (Sadhanapada), Hasil Yoga (VibhutiPada)
dan Kesempurnaan(KaivalyaPada) melalui sutra-sutra, Patanjali terlihat ingin agar manusia tidak begitu menghabiskan waktu untuk membahas tentang agama, budaya, atau pun suatu konsep tertentu, melainkan bila telah mengetahui diri sendiri, maka manusia tidak akan bertengkar atas nama agama, budaya, dan ras. Dengan demikian apabila manusia tidak mengenal diri sendiri, maka sulit baginya untuk mendapatkan kedamaian. Beberapa diantara Yogi yang sarjana yang
pernah memberikan komentar tentang Yoga Sutra adalah Yoga Bhasya oleh Maha Rshi Vyasa, Yoga Varttika oleh Vijana Bhiksu, dan Tatwa Vasardi olehVacaspati Misra.
Demikianlah Sang Rsi yang pernah lahir dibumi namanya akan menjadi kekal karena memperkenalkan yoga untuk semua umat manusia. Patanjali menjadi orang yang pertama dan mungkin yang terakhir yang akan selalu diingat oleh semua pencipta yoga. Hampir semua cabang yoga yang berkembang diseluruh dunia menerima patanjali sebagai pendiri yoga dan menerima beliau sebagai Guru sejati yoga.