Wrhaspatitattwa
berisikan dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sanghyang Iswara dengan
seorang sisia (murid) spiritual yaitu Bhagawan Wrhaspati. Sanghyang Iswara
berstana di pucak Gunung Kailasa yaitu sebuah puncak gunung Himalaya yang
dianggap suci. Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan
guru dunia (guru loka) yang berkedudukan di sorga.
Secara
garis besar ajaran-ajaran yang dijelaskan di dalam dialog itu adalah :
Kenyataan tertinggi itu ada dua yang disebut dengan Cetana dan Acetana. Cetana
adalah unsur kesadaran dan Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini
bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada. Cetana itu ada tiga jenisnya
yaitu : Parama Śiwa Tattwa, Sada Śiwa Tattwa, dan Śiwatma Tattwa, yang juga
disebut dengan Cetana Telu (tiga tingkatan kesadaran). Yang ketiganya itu tidak
lain adalah Sanghyang Widhi sendiri yang telah berbeda tingkat kesadarannya.
Paramaśiwa memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadaśiwa memiliki tingkat
kesadaran menengah, dan Śiwatma memiliki tingkat kesadaran yang terendah.
Tinggi-rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung pada kuat tidaknya pengaruh
māyā. Paramaśiwa bebas dari pengaruh māyā sedang-sedang saja, sedangkan Śiwatma
mendapat pengaruh Māyā yang paling kuat.
Sanghyang
Widhi Paramaśiwa adalah kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah
oleh belenggu mayā, karena itu Ia disebut “Nirguna Brahman”. Dan Ia merupakan
perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, dan tanpa aktivitas.
Kemudian
Paramaśiwa kesadarannya mulai tersentuh oleh māyā. Dan pada saat seperti itu,
Ia mulai terpengaruh oleh sakti, guna dan swabhawa yang merupakan hukum
kemahakuasaan Sanghyang Widhi Sadaśiwa. Yang memiliki kekuatan untuk memenuhi
segala kehendaknya yang disimbulkan dengan bunga teratai yang merupakan
SthanaNya. Pada tingkatan Paramaśiwa ini digambarkan sebagai perwujudan mantra
disimbulkan dengan aksara AUM (OM) dengan : Iswara (I) sebagai kepala,
Tatpurusa sebagai muka (TA), Aghora (A) sebagai hati, Bamadewa (BA) sebagai
alat-alat rahasia, Sadyojata (SA) sebagai badan. Dengan Sakti, guna dan
swabhawanya, Ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaanNya, karena itu, Ia disebut
“Saguna Brahman”. Pada tingkatan Śiwatma Tattwa, sakti, guna dan swabhawaNya sudah
berkurang karena sudah dipengaruhi oleh māyā. Karena itu Śiwatma Tattwa disebut
juga Māyā Sira Tattwa. Berdasarkan tingkat pengaruh māyā terhadap Śiwatma
Tattwa, Śiwatma Tattwa tersebut dibedakan atas delapan tingkatan yang disebut
“Astawidyasana”. Dapat dijelaskan juga disini bilamana pengaruh māyā sudah
demikian besarnya terhadap Śiwatma menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan
sifatnya menjadi “Awidya”. Dan apabila kesadarannya terpecah-pecah dan menjiwai
semua makhluk hidup termasuk didalamnya adalah manusia, maka Ia disebut Atma
dan Jiwatman.
Meskipun
Ātma merupakan bagian dari Sanghyang Widhi (ŚIWĀ), namun karena adanya belenggu
Awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh Māyā (Prdhāna Tattwa), maka Ia tidak lagi
menyadari asalnya. Hal ini menyebabkan Ātma ada dalam lingkungan
Sorga-Neraka-Samsara secara berulang-ulang. Ātma akan dapat bersatu kembali
kepada asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran Catur Iswarya, Panca Yama
Brata, Panca Niyama Brata dan Astasiddhi. Dan apabila dalam segala karmanya bertentangan
dengan ajaran-ajaran tersebut tadi, maka Ātma akan tetap berada dalam lingkaran
Samsara dan Reinkarnasi.
Bentruk atau wujud Reinkarnasi Ātma sangat banyak tergantung karma wasananya Ātma pada saat penjelmaannya terdahulu. Salah satu bentuk Reinkarnasi itu adalah sebagai “Sthawara Janggama” yang disebutkan sebagai penjelmaan yang paling jelek. Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihadiri. Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya, yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan :
mempelajari segala tattwa (Jñanābhyudreka) tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (indriyayogamarga). Tidak terikat pada pahala-pahala perbuatan baik atau buruk (Trsnādosaksaya).
Bentruk atau wujud Reinkarnasi Ātma sangat banyak tergantung karma wasananya Ātma pada saat penjelmaannya terdahulu. Salah satu bentuk Reinkarnasi itu adalah sebagai “Sthawara Janggama” yang disebutkan sebagai penjelmaan yang paling jelek. Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihadiri. Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya, yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan :
mempelajari segala tattwa (Jñanābhyudreka) tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (indriyayogamarga). Tidak terikat pada pahala-pahala perbuatan baik atau buruk (Trsnādosaksaya).
Dan
lain dari pada yang tersebut itu, Wrhaspati Tattwa juga mengajukan jalan lain
untuk mencapai Sanghyang Wisesa yaitu dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia
(yoga) melalui enam tahapannya yang disebut Sadangga Yoga, yaitu Yoga yang
didasari dan dibangun oleh Dasa sila (sepuluh prilaku yang baik).
BAB II PEMBAHASAN
PENGERTIAN WRHTASPATI TATWA
Wrhaspati Tattwa berasal dari kata “whraspati”
dak “Tattwa”, menurut beberapa sumber mengenai pengertian Wrhaspati adalah :
- “Wrhaspati “ berarti nama hari yaitu hari yang ke lima dari Pancawara ( Radite, Soma, Anggara, Buda, Wrhaspati, Sukra, Saniscara),”Dinas Pengajaran Propinsi Dati I Bali, tt :36-76”
- Nama seorang Bhagawan di Sorga, Hal ini terdapat dalam Wrhaspati Tattwa Seloka 1 yang berbunyi sebagai berikut :
Irikang
kala bana sira wiku ring swarga Bhagawad Whraspati ngaran ira sira ta maso
mapuja di Bhatara.
Arti
:
Pada
saat itu ada seorang petapa di sorga bernama Whraspati, Ia dating dan memuja
Hyang Iswara.
Selanjutnya adalah arti kata Tattwa adalah
sebagai berikut :
- Di dalam buku bersumber Tattwa Darsana menyebutkan bahwa tattwa itu berarti “Kebenaran itu sendiri” (I Gede Sura, tt : 24).
- Tat – twa (itulah)intisari,kebenaran alam, kebenaran realitas
Berdasarkan beberapa pengertian tattwa di atas
dapat di simpulkan bahwa tattwa itu adalah kebenaran mutlak tentang
ke-Tuhanan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tattwa adalah salah satu sumber ajaran
agama Hindu,oleh karena itu tak terlepas dari Weda.
Yoga Dalam Wrhaspatitattwa
Ajaran yoga dalam Wrhaspatitattwa
ada enam tahapan yang di sebut sadangga yoga yaitu :
a. Pratyahara yoga : Seluruh
indriya ditarik dari obyeknya, sedangkan dua, buddhi dan manah tidak diberikan
mengembara, dijaga oleh citta yang suci.
b. Dhyana yoga, pikiran yang
tidak mendua, tidak berubah, tetap suci, senang senantiasa tidak terhalang.
c. Pranayama yoga : Tutup semua
lubang yang ada dalam tubuh, seperti mata, hidung, mulut, telinga. Udara yang
telah diisap tadi, itu dikeluarkan melalui ubun-ubun. Bila tidak terbiasa
mengeluarkan udara melalui jalan itu, dapat dikeluarkan melalui hidung, namun
dengan cara perlahan-lahan udara dikeluarkan.
d. Darana :
ada suara Om kara terletak di hati, itulah yang harus
dikuasai, bila hilang dan tak terdengar lagi tatkala melakukan yoga, itulah
yang disebut Siwatma. Sunya badannya Bhatara Siwa bila demikian.
Tarka Yoga : Sang Hyang Paramartha bagaikan langit,
tetapi ada perbedaannya dengan langit, tidak ada suara padanya, itulah
sesungguhnya Sang Hyang Paramartha. Persamaannya dengan langit adalah samasara
bersih adanya.
Samadhi : pikiran tidak tercela, tidak lemah, tidak ada
yang dikehendakinya, tidak ada yang diharapkannya, suci tidak terhalang, tidak
dapat dihancurkan,cetana seperti
itu tanpa aspek, karena tidak lagi ia merasakan badan, bebas dari catur kalpana. Catur kalpana berarti tahu dan diketahui,
pengetahuan dan mengetahui. ltulah yang disebut catur kalpana. Semua tidak
ada pada sang Yogiswara.
Wrhaspati Tattwa
sebagai ajaran untuk Umat Hindu di Bali memuat ajaran Yoga yang disebut dengan
Sadanggayoga. Tahapan – tahapan dari Sadanggayoga yang tradisi dari
Prathyahara, Dhyana, Pranayama, Dharana, Tarka, dan Samadi, Yoga ini di ambil
dari ajaran Yoga di India, yang disebut Astangga Yoga. Sedangkan tahapan awal
dari Astangga Yoga yaitu Yama dan Nyamasesungguhnya juga terdapat di dalam
Wrhaspati Tattwa yang di sebut dengan Dasa Sila. Yama dan Nyama atau Dasa Sila
dalam Wraspati Tattwa tidak disebutkan kedalam tingkatan Yoga. Hal ini
dilatarbelakangi oleh konsep berpikir Umat Hindu di Bali bahwa Dasa sila yang
merupakan pengendalian diri terhadap pertama(Panca Yama Bratha) dan
pengendalian diri terhadap kedua (Panca Nyama Bratha) tidak mesti dilaksanakan
oleh orang yang melaksanakan Yoga, tetapi oleh setiap penganut agama Hindu.
Itulah sebabnya Wrhaspati Tattwa dimuliakan diBali.
Demikian
sepintas ringkasan Wrhaspatitattwa, dengan keterbatasan saya membatasi
Wrhaspatitattwa yaitu sebuah karya nenek moyang yang begitu mulia. Secara
terperinci saya susun secara ontologis mengenai panca sradha : widhi tattwa,
atma tattwa, karmaphala tattwa, punarbhawa tattwa, moksa tattwa dan secara
epistemologi y'aitu mengenai yoga.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dengan telah
didapatnya masing – masing dari uraian Wrhaspati dan Tattwa dapatlah
disimpulkan bahwa Wrhaspati Tattwa berarti ajaran kebenaran / hakekat kebenaran
Dharma dari Bhagawan Wraspati. Ajarannya ini diterjemahkan dalam 74 seloka
berbahasa Sansekerta yang di terjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno.Wrhaspati
Tattwa mwrupakan naskah jawa kuno yang bersifat realistis.Di dalam menyajikan
ajarannya dirangkum dalam suatu mitologi yang tujuannya untuk dipermudah ajaran
itu dimengerti. Mengingat ajaran filsfat / Tattwa yang tinggi seperti ini
memang sulit untuk dimengerti.
Dalam Wrhaspati Tattwa
Tuhan disebut Parama Siwa atau Iswara. Beliau Esa (Tunggal) adanya. Beliau
Sadhu Sakti atau memiliki delapan sifat kemahakuasaan beliau yang disebut
Astaiswarya. Sifat kemahakuasaan Beliau ini dilambangkan dengan bunga teratai
yang berdaun delapan yang disebut dengan Padmasana. Padmasana dianggap sebagai
tempat pemujaan Hyang Widhi (Brahman ,Parama Siwa atau Iswara) yang ada pada
setiap Pura di Bali. Bunga Teratai yang berdaun delapan melambangkan delapan
penjuru mata angina yang masing – masing kiblat ini di kuasai oleh Dewa.
Diantara para Dewa itu ada disebut dengan Dewa Nawa Sanga. Kata Dewa Nawa Sanga
ini berasal dari kata Dewata yang berarti dewa – dewa, Sanga berarti sembilan
dan berarti Tinggi.
Pulau Bali bagaikan
bunga teratai yang kedelapan penjuru mata angin dan satu di tengah – tengah
yang merupakan pusatnya berdiri pura yang merupakan pura Kahyangan Jagat. Pura
Khayangan Jagat ini berdiri dari delapan pura yang masing – masing ditepati
oleh Dewa yang merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Adapun Pura yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
No
|
Nama
Pura |
Dewa
|
Letak
|
1
|
Pura Lempuyang
|
Dewa Iswara
|
Tinur
|
2
|
Pura Andakasa
|
Dewa Brahma
|
Selatan
|
3
|
Pura Batukaru
|
Dewa Mahadewa
|
Barat
|
4
|
Pura Batur Ulun Danu
|
Dewa Wisnu
|
Utara
|
5
|
Pura Gua lawah
|
Dewa Maheswara
|
Tenggara
|
6
|
Pura Ulu Watu
|
Dewa Rudra
|
Barat
|
7
|
Pura Bukit Pangelongan
|
Dewa Sangkara
|
Baratlaut
|
8
|
Pura Besakih
|
Dewa Sambhu
|
Timurlaut
|
Pura Besakih sebagai pura suci pusat semua
pura Kahyangan Agung Penyungsung Jagat di Bali. Disamping sebagai tempat Dewa
Sambu juga sebagai tempat Dewa Siwa (Upanisad,1978
: 48).
Adapun fungsi Khayanga ini yang terletak di
seluruh penjuru ini, sebagian perlambang untuk menjaga keseimbangan alam
semesta ini.
Daftar Pustaka
-
Sumber : I Wayan Polih ,TS _72
-
Universitas Hindu Dharma -1983
-
I Gede Sura, tt : 24
-
I Bali, tt :36-76”
-
Upanisad,1978 : 48
-
The Bhagavad-Gita and
Jivana Yoga By Ramnarayan Vyas
-
Hatha Yoga: Its Context,
Theory and Practice By Mikel Burley (page 16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar