Rabu, 08 Oktober 2014

YOGA DALAM WRHASPATITATTWA

          Wrhaspatitattwa dijelaskan terdiri atas 74 pasal dan menggunakan bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno. Bahasa Sanskertanya disusun dalam bentuk sloka dan bahasa Jawa kunanya disusun dalam bentuk bebas (gancaran) yang dimaksud sebagai terjemahan/penjelasan Sanskertanya.
Wrhaspatitattwa berisikan dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sanghyang Iswara dengan seorang sisia (murid) spiritual yaitu Bhagawan Wrhaspati. Sanghyang Iswara berstana di pucak Gunung Kailasa yaitu sebuah puncak gunung Himalaya yang dianggap suci. Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan guru dunia (guru loka) yang berkedudukan di sorga.
Secara garis besar ajaran-ajaran yang dijelaskan di dalam dialog itu adalah : Kenyataan tertinggi itu ada dua yang disebut dengan Cetana dan Acetana. Cetana adalah unsur kesadaran dan Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada. Cetana itu ada tiga jenisnya yaitu : Parama Śiwa Tattwa, Sada Śiwa Tattwa, dan Śiwatma Tattwa, yang juga disebut dengan Cetana Telu (tiga tingkatan kesadaran). Yang ketiganya itu tidak lain adalah Sanghyang Widhi sendiri yang telah berbeda tingkat kesadarannya. Paramaśiwa memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadaśiwa memiliki tingkat kesadaran menengah, dan Śiwatma memiliki tingkat kesadaran yang terendah. Tinggi-rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung pada kuat tidaknya pengaruh māyā. Paramaśiwa bebas dari pengaruh māyā sedang-sedang saja, sedangkan Śiwatma mendapat pengaruh Māyā yang paling kuat.
Sanghyang Widhi Paramaśiwa adalah kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu mayā, karena itu Ia disebut “Nirguna Brahman”. Dan Ia merupakan perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, dan tanpa aktivitas.
Kemudian Paramaśiwa kesadarannya mulai tersentuh oleh māyā. Dan pada saat seperti itu, Ia mulai terpengaruh oleh sakti, guna dan swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Sanghyang Widhi Sadaśiwa. Yang memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimbulkan dengan bunga teratai yang merupakan SthanaNya. Pada tingkatan Paramaśiwa ini digambarkan sebagai perwujudan mantra disimbulkan dengan aksara AUM (OM) dengan : Iswara (I) sebagai kepala, Tatpurusa sebagai muka (TA), Aghora (A) sebagai hati, Bamadewa (BA) sebagai alat-alat rahasia, Sadyojata (SA) sebagai badan. Dengan Sakti, guna dan swabhawanya, Ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaanNya, karena itu, Ia disebut “Saguna Brahman”. Pada tingkatan Śiwatma Tattwa, sakti, guna dan swabhawaNya sudah berkurang karena sudah dipengaruhi oleh māyā. Karena itu Śiwatma Tattwa disebut juga Māyā Sira Tattwa. Berdasarkan tingkat pengaruh māyā terhadap Śiwatma Tattwa, Śiwatma Tattwa tersebut dibedakan atas delapan tingkatan yang disebut “Astawidyasana”. Dapat dijelaskan juga disini bilamana pengaruh māyā sudah demikian besarnya terhadap Śiwatma menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan sifatnya menjadi “Awidya”. Dan apabila kesadarannya terpecah-pecah dan menjiwai semua makhluk hidup termasuk didalamnya adalah manusia, maka Ia disebut Atma dan Jiwatman.
Meskipun Ātma merupakan bagian dari Sanghyang Widhi (ŚIWĀ), namun karena adanya belenggu Awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh Māyā (Prdhāna Tattwa), maka Ia tidak lagi menyadari asalnya. Hal ini menyebabkan Ātma ada dalam lingkungan Sorga-Neraka-Samsara secara berulang-ulang. Ātma akan dapat bersatu kembali kepada asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran Catur Iswarya, Panca Yama Brata, Panca Niyama Brata dan Astasiddhi. Dan apabila dalam segala karmanya bertentangan dengan ajaran-ajaran tersebut tadi, maka Ātma akan tetap berada dalam lingkaran Samsara dan Reinkarnasi.
Bentruk atau wujud Reinkarnasi Ātma sangat banyak tergantung karma wasananya Ātma pada saat penjelmaannya terdahulu. Salah satu bentuk Reinkarnasi itu adalah sebagai “Sthawara Janggama” yang disebutkan sebagai penjelmaan yang paling jelek. Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihadiri. Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya, yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan :
mempelajari segala tattwa (Jñanābhyudreka) tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (indriyayogamarga). Tidak terikat pada pahala-pahala perbuatan baik atau buruk (Trsnādosaksaya).
Dan lain dari pada yang tersebut itu, Wrhaspati Tattwa juga mengajukan jalan lain untuk mencapai Sanghyang Wisesa yaitu dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia (yoga) melalui enam tahapannya yang disebut Sadangga Yoga, yaitu Yoga yang didasari dan dibangun oleh Dasa sila (sepuluh prilaku yang baik).
BAB II PEMBAHASAN

PENGERTIAN WRHTASPATI TATWA
Wrhaspati Tattwa berasal dari kata “whraspati” dak “Tattwa”, menurut beberapa sumber mengenai pengertian Wrhaspati adalah :
  1. “Wrhaspati “ berarti nama hari yaitu hari yang ke lima dari Pancawara ( Radite, Soma, Anggara, Buda, Wrhaspati, Sukra, Saniscara),”Dinas Pengajaran Propinsi Dati I Bali, tt :36-76”
  2. Nama seorang Bhagawan di Sorga, Hal ini terdapat dalam Wrhaspati Tattwa Seloka 1 yang berbunyi sebagai berikut :
Irikang kala bana sira wiku ring swarga Bhagawad Whraspati ngaran ira sira ta maso mapuja di Bhatara.
Arti :
Pada saat itu ada seorang petapa di sorga bernama Whraspati, Ia dating dan memuja Hyang Iswara.
Selanjutnya adalah arti kata Tattwa adalah sebagai berikut :
  1. Di dalam buku bersumber Tattwa Darsana menyebutkan bahwa tattwa itu berarti “Kebenaran itu sendiri” (I Gede Sura, tt : 24).
  2. Tat – twa (itulah)intisari,kebenaran alam, kebenaran realitas
Berdasarkan beberapa pengertian tattwa di atas dapat di simpulkan bahwa tattwa itu adalah kebenaran mutlak tentang ke-Tuhanan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tattwa adalah salah satu sumber ajaran agama Hindu,oleh karena itu tak terlepas dari Weda.

Yoga Dalam Wrhaspatitattwa
Ajaran yoga dalam Wrhaspatitattwa ada enam tahapan yang di sebut sadangga yoga yaitu : 
a. Pratyahara yoga : Seluruh indriya ditarik dari obyeknya, sedangkan dua, buddhi dan manah tidak diberikan mengembara, dijaga oleh citta yang suci.
b. Dhyana yoga, pikiran yang tidak mendua, tidak berubah, tetap suci, senang senantiasa tidak terhalang.
c. Pranayama yoga : Tutup semua lubang yang ada dalam tubuh, seperti mata, hidung, mulut, telinga. Udara yang telah diisap tadi, itu dikeluarkan melalui ubun-ubun. Bila tidak terbiasa mengeluarkan udara melalui jalan itu, dapat dikeluarkan melalui hidung, namun dengan cara perlahan-lahan udara dikeluarkan.
d. Darana : ada suara Om kara terletak di hati, itulah yang harus dikuasai, bila hilang dan tak terdengar lagi tatkala melakukan yoga, itulah yang disebut Siwatma. Sunya badannya Bhatara Siwa bila demikian.
Tarka Yoga : Sang Hyang Paramartha bagaikan langit, tetapi ada perbedaannya dengan langit, tidak ada suara padanya, itulah sesungguhnya Sang Hyang Paramartha. Persamaannya dengan langit adalah samasara bersih adanya.
Samadhi : pikiran tidak tercela, tidak lemah, tidak ada yang dikehendakinya, tidak ada yang diharapkannya, suci tidak terhalang, tidak dapat dihancurkan,cetana seperti itu tanpa aspek, karena tidak lagi ia merasakan badan, bebas dari catur kalpana. Catur kalpana berarti tahu dan diketahui, pengetahuan dan mengetahui. ltulah yang disebut catur kalpana. Semua tidak ada pada sang Yogiswara.
Wrhaspati Tattwa sebagai ajaran untuk Umat Hindu di Bali memuat ajaran Yoga yang disebut dengan Sadanggayoga. Tahapan – tahapan dari Sadanggayoga yang tradisi dari Prathyahara, Dhyana, Pranayama, Dharana, Tarka, dan Samadi, Yoga ini di ambil dari ajaran Yoga di India, yang disebut Astangga Yoga. Sedangkan tahapan awal dari Astangga Yoga yaitu Yama dan Nyamasesungguhnya juga terdapat di dalam Wrhaspati Tattwa yang di sebut dengan Dasa Sila. Yama dan Nyama atau Dasa Sila dalam Wraspati Tattwa tidak disebutkan kedalam tingkatan Yoga. Hal ini dilatarbelakangi oleh konsep berpikir Umat Hindu di Bali bahwa Dasa sila yang merupakan pengendalian diri terhadap pertama(Panca Yama Bratha) dan pengendalian diri terhadap kedua (Panca Nyama Bratha) tidak mesti dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan Yoga, tetapi oleh setiap penganut agama Hindu. Itulah sebabnya Wrhaspati Tattwa dimuliakan diBali.
Demikian sepintas ringkasan Wrhaspatitattwa, dengan keterbatasan saya membatasi Wrhaspatitattwa yaitu sebuah karya nenek moyang yang begitu mulia. Secara terperinci saya susun secara ontologis mengenai panca sradha : widhi tattwa, atma tattwa, karmaphala tattwa, punarbhawa tattwa, moksa tattwa dan secara epistemologi y'aitu mengenai yoga.








BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dengan telah didapatnya masing – masing dari uraian Wrhaspati dan Tattwa dapatlah disimpulkan bahwa Wrhaspati Tattwa berarti ajaran kebenaran / hakekat kebenaran Dharma dari Bhagawan Wraspati. Ajarannya ini diterjemahkan dalam 74 seloka berbahasa Sansekerta yang di terjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno.Wrhaspati Tattwa mwrupakan naskah jawa kuno yang bersifat realistis.Di dalam menyajikan ajarannya dirangkum dalam suatu mitologi yang tujuannya untuk dipermudah ajaran itu dimengerti. Mengingat ajaran filsfat / Tattwa yang tinggi seperti ini memang sulit untuk dimengerti.
Dalam Wrhaspati Tattwa Tuhan disebut Parama Siwa atau Iswara. Beliau Esa (Tunggal) adanya. Beliau Sadhu Sakti atau memiliki delapan sifat kemahakuasaan beliau yang disebut Astaiswarya. Sifat kemahakuasaan Beliau ini dilambangkan dengan bunga teratai yang berdaun delapan yang disebut dengan Padmasana. Padmasana dianggap sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi (Brahman ,Parama Siwa atau Iswara) yang ada pada setiap Pura di Bali. Bunga Teratai yang berdaun delapan melambangkan delapan penjuru mata angina yang masing – masing kiblat ini di kuasai oleh Dewa. Diantara para Dewa itu ada disebut dengan Dewa Nawa Sanga. Kata Dewa Nawa Sanga ini berasal dari kata Dewata yang berarti dewa – dewa, Sanga berarti sembilan dan berarti Tinggi.
Pulau Bali bagaikan bunga teratai yang kedelapan penjuru mata angin dan satu di tengah – tengah yang merupakan pusatnya berdiri pura yang merupakan pura Kahyangan Jagat. Pura Khayangan Jagat ini berdiri dari delapan pura yang masing – masing ditepati oleh Dewa yang merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Adapun Pura yang dimaksud adalah sebagai berikut :
No
Nama
Pura
Dewa
Letak
1
Pura Lempuyang
Dewa Iswara
Tinur
2
Pura Andakasa
Dewa Brahma
Selatan
3
Pura Batukaru
Dewa Mahadewa
Barat
4
Pura Batur Ulun Danu
Dewa Wisnu
Utara
5
Pura Gua lawah
Dewa Maheswara
Tenggara
6
Pura Ulu Watu
Dewa Rudra
Barat
7
Pura Bukit Pangelongan
Dewa Sangkara
Baratlaut
8
Pura Besakih
Dewa Sambhu
Timurlaut
Pura Besakih sebagai pura suci pusat semua pura Kahyangan Agung Penyungsung Jagat di Bali. Disamping sebagai tempat Dewa Sambu juga sebagai tempat Dewa Siwa (Upanisad,1978 : 48).
Adapun fungsi Khayanga ini yang terletak di seluruh penjuru ini, sebagian perlambang untuk menjaga keseimbangan alam semesta ini.

Daftar Pustaka
-          Sumber : I Wayan Polih ,TS _72
-          Universitas Hindu Dharma -1983
-          I Gede Sura, tt : 24
-          I Bali, tt :36-76”
-          Upanisad,1978 : 48
-          The Bhagavad-Gita and Jivana Yoga By Ramnarayan Vyas
-          Hatha Yoga: Its Context, Theory and Practice By Mikel Burley (page 16)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar